aku mencintai wanita yang mungil

dan aku sadar bahwa aku cukup senang

jika berada di dekatnya dan aku

cukup senang walaupun hanya berada di pundaknya,

Jikalau aku sedih, bahagia dan terlelap…

tapi aku baru tersadar ternyata itu hanya sebuah mimpi yang begitu nista

yang tak akan pernah menjadi milikku

aku mau mencintai kekuranganmu

tapi kenapa kau tidak pernah mau mencintai kekuranganku

akan kujalani hari-hariku dengan penuh kebahagiaan,

walaupun hati ini tersasa sakit

dan akan selalu sakit

Sumber: dzikri

Arti Sebuah Lamunan

Dulu aku tidak mengenal apa itu namanya cinta. Dimulai sejak aku smp dulu, aku mengenal seorang wanita yang begitu istimewa, menurut pandanganku dia adalah wanita yang sangat perfect yaaa…walaupun aku belum mengenal dy begitu dekat. Tapi aku mulai penasaran apa yang terjadi dengan hatiku, dan aku muali menyelidiki isi hatiku…cieeey kya detektif yach!!!. Aku mulai ingin tahu apa yang terjadi dengan hatiku kenapa hatiku tertambat pada seorang gadis seperti dy.

Mungkin ini yang dinamakan cinta monyet…mmmmm!!!yach bisa dikatakan seperti itu,,,dan memang benar setiap kali aku bertemu dengan dy hatiku, jantungku, seluruh tubuhku seperti ada yang mengontrol. Aku tidak bisa berpikir logis apa yang harus kulakukan..tiba-tiba keringat dingin bercucuran di keningku, seluruh badanku basah. Baju seragamku seperti baju yang baru dicuci….uuuuuhhh kenapa mesti begini sich!!!Selalu saja tiap bertemu dengan dy bajuku selalu saja basah!!!sampai orang tuaku bertanya kenapa bajumu basah,,,padahal tidak hujan!!!!yaaaa aku hanya bisa tersenyum malu.

(lebih…)

Gw Bukan Playboy

Gambar diambil dari http://www.kompas.com

Percakapan tentang cewek Di sebuah bangunan terpajang papan nama sebuah tempat kursus bahasa inggris yang cukup terkenal di Surabaya bernama GEC (General English Course). GEC memiliki beberapa level kelas, namun karena baru 3 tahun berdiri maka level yang tercapai hanya sampai level 5. Tersebutlah Indra saktiawan, Cowok yang dengan bodohnya telah sukses mencapai level 5. Sebuah pencapaian luar biasa bagi seorang Indra yang menyadari bahwa di level 5 tidak ada makhluk yang bernama cewek. Indra ada hajat di GEC yang sedang ada program baru, conversations club. Conversations club ini diadakan hanya 2 minggu sekali dengan digabungnya kelas level 3 sampai 5. Indra punya dua tujaan. Tujuan utamanya adalah ingin ngecengin cewek-cewek yang kebanyakan dari level 3 dan 4. Yang kedua jelas untuk belajar bahasa Inggris. Indra berdiri mematung di depan pintu gerbang GEC, menunggu sahabatnya dan sesekali melirik ke arah beberapa cewek level 4 yang asyik menggosip. Sebuah tepukan dipundak indra. “woi lagi ngelamun apa kamu!” “ waah!!” Indra kaget, “dasar monyet lu! Dari mana aja mat?” “Hehe, aku dari rumah si Doi!” sahut sahabat Indra, Mamat. Cowok hitam berambut keriting keribo gimbal, berbadan kurus cacingan. Sebuah sosok sahabat yang kurang bersahabat dalam persahabatan karena lebih tepat disebut sebagai pasangan homo kelas kampung, selalu bersama-sama tak terpisahkan bagaikan pinang kecebur comberan. “gue tungguin dari tadi!” Indra sebel. “gue sendirian nih” “Salah kamu, ndak punya cewek!” Mamat menjulurkan lidahnya. Logat jawanya masih kental. “huhuhu…ya cewek lo aja yang buta” “Eh liat cewek-cewek yang ada di sana” Mamat menunjuk sekelompok cewek level 4 yang Indra lihat tadi. Mamat melihat dengan penuh nafsu. Sedangkan, Indra melakuan hal yang lebih kompleks, Indra melakukan perbandingan antara penghuni level 4 dengan level 5. level 4 mayoritas dihuni cewek. cantik, smart, memiliki keanggunan yang luar biasa, golongan high level, berkulit putih, kalaupun tidak pasti masih manis. Mereka masih daun muda, kebanyakan masih SMP sampai SMA kelas satu. Yang paling penting tidak cocok untuk cowok-cowok dari level 5 yang bau naga. level 5. semuanya cowok dan bau naga. Tapi, ada yang secara terpaksa disebut cewek di level 5. Cewek dengan tingkat adaptasi luar biasa mampu hidup di dalam kelas yang berisi makhluk Berbau naga. Indra dan Mamat sepakat menyebutnya patung asmat. Namanya Tika. Cewek yang selalu merasa dirinya cantik, modis, manis dan berkulit putih. Tapi, dalam kenyataannya 100% berkebalikan. Parahnya, dia tidak pernah menyadari hal itu sama sekali walaupun Indra dan Mamat sering mengingatkannya dengan tragis. “Yang make mbaju pink, itu mantaps, bro!” Mamat menunjuk-nunjuk cewek yang memakai baju pink sambil loncat-loncatan merip kera kena ayan. Indra melengos pergi dengan arti ‘gue-ga-kenal-dia’. Tapi tangannya sukses ditarik mamat seperti gandengan seorang homo kampungan. “apaan sih lo! Oke gue kasih tau ya, tuh cewek yang pake baju pink adalah jenis cewek maling…” “jemuran?” Mamat memotong hipotesis Indra sambil ngupil. “ bukan DODOL! Degerin dong. Fokus! Dia jenis cewek yang suka nyolong hatinya cowok dan bisa bikin cowok 5 kelurahan mabok. Lalu, setelah si cowok cinta mati ama dia. Dia langsung ninggalin si cowok tanpa dasar alasan yang jelas…” “…” masih asik ngupil. “Mat, fokus! Dan akhirnya si cowok ga punya tujuan hidup lagi selain menabrakkan diri ke truk duren dengan gaya roll depan dan belakang. Singkatnya, bunuh diri dengan tidak terhormat dan tragis” Indra mengakhiri hipotesis tingkat tinggi dengan intelejensia tingkat rendahnya dengan mengacungkan jari telunjuk ke atas seperti Bang napi memberi gestur ‘waspadalah-kawan’. “…” masih ngupil. “…” “sakit kamu! Kebanyakan liat sinetron ya?” Mamat baru terkoneksi dengan hipotesis indra. Sulit memang berbicara dengan orang yang tingkat intelejensianya tinggi. Mamat salah satunya makhluk terkutuk yang masuk kelas akselerasi di sekolahnya. Dan Indra menepis anggapan orang yang masuk akselarasi dan ber-IQ tinggi itu pintar dengan melihat sosok temannya yang suka ngupil, berlogat setengah jawa setengah gaul. Love at the first sight “kalo yang make mbaju mbiru? Arah jam 4 kamu?” Mamat menunjuk cewek lain dengan tangan kiri karena yang kanan sibuk mengaduk-ngaduk hidungnya, yang kali ini tidak sampai loncat-loncat. “…” Indra tak menjawab. Indra melihat sesuatu. Indra melihat sosok bidadari yang jatuh dari khayangan masuk ke jurang, berjalan dengan penuh keanggunan. Dunia bergerak lambat. Slow motion. Burung-burung berkicau, matahari sore tersenyum, angin berhembus semilir kentutnya Mamat. Indra tetap terdiam dan Mamat tetap ngupil. Indra merasakan ada yang mengisi kekosongan hatinya. Hatinya bergetar, jantungnya berdegup kencang. Di dalam otak kotornya sayup-sayup terdengar lagu romantis. Saat-saat ini bagaikan di film-film India, dimana sang cowok langsung menari dan bernyanyi sambil berputar-putar pada sebuah tiang. Di dalam alam bawah sadar, Indra memegang sebuah tiang di depannya dia bersiap berputar-putar. Tapi, dia masih setengah sadar sehingga pinggulnya saja yang bergoyang-goyang aneh. Keras. Cadas. “woi?? Ngeliatin opo tho?” Mamat yang tadinya asik ngupil akhirnya sadar kalau temannya menjadi binal. Dia melambai-lambaikan tangannya didepan wajah Indra memberi arti ‘halo?’ tapi Indra tetap bergoyang pinggul dengan indahnya. -PLAK!- Tamparan keras dari Mamat. Indra tersadar lalu terdiam sambil mengelus lembut pipinya. “ganggu aja lu!” Indra menjundul kepala Mamat, sebagai tanda terima kasih telah menyadarkannya. Selang beberapa detik terlewat. Bidadari itu semakin mendekat. Sosoknya terlihat semakin jelas. Wajahnya ayu diringi senyuman manis, dengan tubuh ramping dibalut kulit putih salju. Indra masih memerhatikan dan memandangi bidadari itu. Bidadari-cinta-pada-pandangan-pertamanya. Dia melakukan perhitungan kecocokan dengan bidadarinya. Bidadari itu menurut hipotesis sementara Indra adalah Cantik, Anggun, manis, berambut pendek sebahu yang tergerai indah, agak tomboi tapi looking feminim, jika diliat dari sifatnya, bidadari itu supel, baik hati, tidak sombong dan rajin menabung. Akan pingsan kalau dipukul dari belakang. Sedangkan, Indra adalah cowok yang gembel, cengengesan dan agak gila. Secara fisik kurang beruntung dengan wajah yang pas-pasan dihiasi indahnya jerawat, Memakai kaca mata kedodoran, berkulit sawo matang kebusukan, berambut gelombang tsunami gagal dan terjangkit penyakit kurang percaya diri akut. Dari perbandingan itu tingkat kecocokanya 0,01% Indra menyimpulkan bahwa perbedaan sangat jauh bagaikan langit dengan cacing kremi. ‘ga pantes ah,’ Indra pesimis di dalam hati. “Oalah, ngeliatin dia tho? Podho ae” Mamat mengetahui apa yang dilihat oleh Indra. “Dia beda, Mat” “podho ae, podho cakepnya!” “Ini beda, dia itu jenis cewek yang…” “STOP!” Mamat memotong. “jangan mbanyak hipotesis, kenalan sono!” JLEB! Indra sadar ini adalah suatu ide brilian yang untuk pertama kalinya keluar dari mulut Mamat. Perkataan Mamat menusuk dan membangunkan hati Indra yang telah lama mati. Dia ingin sekali berkenalan tapi, penyakit kurang percaya dirinya kumat seketika. Dia jadi lemas. “Berani ndak kamu?”. “Berani dong…” bohong “tapi nanti khan ada perkenalan dikelas. Sekalian aja khan bisa” indra melanjutkan begitu menemukan kalimat penganti ‘ga ah, gue ga PD-an.’” ‘gue ga pernah ngalamin yang kayak gini, apa gue jatuh cinta pada pandangan pertama? gue harus berani dan ngilangin nih penyakit!’ Indra berguman dan meyakinkan hatinya dengan full semangat 45×2=90. “KKRRRRIIIIIIIIIIINGGKRRIIIIIIIIINGKRRIIIIIIIIIIIIINNGGGGG” bel masuk berbunyi. Semua murid memasuki kelas. Kejadian memalukan Kelas dimulai. Indra meliah sekeliling kelas. Dia sadar ternyata yang ikut conversation club hanya sedikit, kebanyakan masih SMP kelas 1. Miss Eny, guru pengajar, menghitung jumlah murid yang ikut, lalu membuat grup-grup kecil untuk diskusi. Indra berkomat-kamit berdoa agar satu grup dengan bidadari-cinta-pada-pandangan- pertamanya. “Indra, you with Bondan to lead grup 1” Miss Eny menentukan Indra berpasangan dengan Bondan sebagai pasangan leader senior. Di grup 1 ada bidadari itu. “Yes!!” Indra senang. “Mamat, you with Tika to lead grup 5” “uoh??” Mamat membenamkan mukanya ke tembok. “Ok everybody, please go to your own groups!” miss Eny menyuruh semuanya berkumpul ke grupnya masing-masing yang telah ditentukan oleh Miss Eny. Sungguh beruntung Indra, dia bisa satu grup dengan Bidadari-cinta-pada-pandangan-pertamanya, tidak rugi dia terus komat-kamit berdoa saat penentuan grup. Sedangkan, Mamat yang juga tak kalah serunya berkomat-kamit ditambah ritual mengupilnya, apes. Dia satu grup dengan Tika yang jadi pasangan senior dalam grup. Indra tersenyum menuju grupnya. “Pssssstt!” sebuah sinyal dari Mamat. Indra menoleh melihat sahabatnya yang dari tadi memasang airmuka ‘help-me-please!’ dengan penuh kehinaan. Indra membalasnya hanya dengan airmuka ‘kecian-deh-lo!’ Indra tanpa basi-basi langsung masuk ke grup bersama pasangan seniornya, Bondan. Cowok yang atletis, gahar, dan rame kalau rumahnya lagi kebakaran. “Hello guys!” Indra dan Bondan menyapa anggota grupnya. “Hello too!!!” semua anggota kompak menjawab. “Okeh, please let me know your name and your school!” Bondan memulai diskusi. Indra sebenarnya ingin agar dia yang memulai acara pekenalan tapi tiba-tiba terserang badai salah tingkah. Grogi. Setelah perkenalan beberapa figuran yang tidak penting akhirnya sampai pada sosok bidadari itu. Indra menyimaknya dengan penuh rasa ingin tahu. “hello, my name is yorin, I come from SMP Bina Bangsa.” bidadari itu memperkenalkan dirinya. Dengan cepat otak Indra menyimpan nama tersebut. Yorin. “nama lu cakep, kayak orangnya” Indra memuji Yorin, reflek. -PLAK!- kepala Indra dijitak Bondan. “kalo ngomong pake Inggris DODOL!” -PLAK!- “lu juga ga pake gitu!” “hey ada apa sih?” Miss Eny menghampiri. -PLAK!- Indra dan Bondan kompak. “auh..” rintihan lembut. Setelah mereka meminta maaf sambil sembah sujud kepada miss Eny, mereka kembali ke grupnya. Anggota grup dan grup yang lain hanya melihat mereka dengan tatapan penuh kenistaan, termasuk yorin yang dari tadi tersenyum melihat dua makhluk hina. Mamat yang juga ikut melihat kejadian itu tertawa keras-keras. Namun, setelah sebuah pulpen terbang kewajahnya. Dia diam seribu bahasa. Tentang bidadari Waktu berjalan lambat bagi Mamat dan terlalu cepat bagi Indra. Indra tidak menemukan celah untuk berbasi-basi. Dia dari tadi hanya membahas pelajaran yang dia sendiri juga tidak pahami. “ok after this, you can spend the time to know each other!” Miss Eny yang masih manyun-manyun memberi waktu untuk bertanya agar saling mengenal. “kalo bisa pakai bahasa Inggris!” Indra tanpa membuang waktu langsung menghampiri Yorin dan dia berusaha membuang penyakit kurang percaya dirinya. “Ha..i, yo…rin. gue..eh..aku..eh..saya..eh elo..ehm..Eh tadi skul dimana?” Indra agak grogi. “Aku skul di SMP Bina Bangsa, emang kamu sendiri dimana?” “Gue skul di SMA Fajar Harapan” “Wah SMA favorit itu ya? Pinter donk” “Hwalah biasa aja kok” Indra merendah, bukan karena dia pintar tapi dia juga tidak tahu kenapa bisa tersesat di SMA Elit yang terkenal pelajarnya pintar. “by the way, dah punya cowok belum?” “Belum, kalo kamu sendiri?” yorin balik bertanya. “Gue? pernah sih tapi…?” kalimat Indra tertahan, wajahnya berubah. “Putus?” “Yup! Tapi emangnya ada apa tanya? Mau gantiin dia?” “Mau aja!” yorin menjawab sekenanya. Indra sadar jawaban itu hanya sebuah kata yang tak berarti apa-apa. “ga mungkin dia jawab beneran. Tapi gue bukan pecundang, gue kali ini harus jadi pecinta sejati dan gue akan wujudkan itu” Indra meyakinkan hatinya. “kok belum punya cowok? Kan lo cakep! Pasti nyari yang perfect yah?” “makasih bilang aku cakep. Bukan, aku ga cari yang perfect, aku cuman males aja. Lagian di dunia ini ga ada yang perfect. Kalo aku nyari, aku suka cowok yang sayang ma aku itu ajah” “kalo cowok itu gue?” “Oh..ng..” kalimat Indra terpotong. “KRIINGGGGGGKRIIIIIIIIIIIIIINGGGKRIIINGGG” “OK time’s up!” miss Eny membubarkan kelas. Indra kecewa dan Mamat senang. “Eh tadi mau bilang apa?” Yorin bertanya pada Indra. “Ah ga kok ga jadi” “ya udah aku mau pulang dulu, eh..nomer Hapemu berapa?” “Hah?” Indra bingung mau bilang apa karena dia memang kere, “Eh.. ga punya.” “Huh pelit” Yorin beranjak pergi. “dah ya! See you” “Beneran deh! Bye!” “sungguh cantiknya, andaikan gue bisa dapetin dia” Indra terpana melihat Yorin yang sudah jauh di ujung jalan. “oi!!! Ndra, ngelamun ae. Hehehe aku dapet nomer hapenya cewek yang make mbaju pink tadi. Namanya Joko.. eh sapa ya tadi..oooh Vita. Yo, namanya Vita” “belum tua lo dah pikun. Eh gue sekarang harus maju! Gue harus punya hape! biar bisa dapetin cewek. By the way kenapa gue baru sadar sekarang?” “Ya memang kamu aja yang katrok! aku aja sudah punya dari dulu. Kamu buruan mbeli sana!” “oke gue ngerti sekarang” “ya gitu dong, eh cewek yang pake mbaju pink tadi sapa ya namanya? Joko?” “…” Mimpi dari masa lalu Indra pulang kerumahnya. Dia menyalakan radionya lalu, duduk di depan teras rumahnya sambil memandangi bintang-bintang yang bertaburan di langit. Dia masih memikirkan Yorin, cinta pada pandangan pertamanya. Tak tau apa maksud hatiku Inikah jatuh cinta jatuh cinta pada pandangan pertama Memang aneh semua Tapi ku merasa bahagia (ImitusBand-inikah rasanya) Radionya mengalunkan lagu dari ImitusBand dengan lembut. Unutk kedua kalinya Indra merasakan hal ini, cinta. Dia bertanya-tanya pada hatinya apakah ini cinta? Cinta pada pandangan pertama? Indra merasakan berat pada matanya, tapi dia masih meyakinkan hatinya. Dalam masa peyakinan dia menemukan sosok dari masa lalunya. Sesosok yang tak kalah cantik dengan yorin. Siapa dia? “Aaaaaaarrggh!!” Indra menjerit bingung. “DASAR KUCING!” -BYUUR!- Indra basah kuyup. Sial! Dia disiram oleh tetangganya dari lantai 2 rumahnya. “Eh maap, aye kire ade kucing kelahi” Indra masuk ke rumah dengan gontai sambil membawa radionya. Dia langsung menuju kamarnya. Basah-basah sekujur tubuh Ah ah ah mandi madu Radionya melantunkan lagu dangdut sekakan-akan menertawakan Indra. Indra langsung melemparkan tubuhnya ke ranjangnya yang apek. Dia membayangkan Yorin untuk kesekian kalinya. Matanya terpejam, tertidur. Dia tersenyum di dalam mimpinya. Bukan, dia bukan bermimpi tentang Yorin. Tapi, seseorang yang dia telah lama kenal. Seorang yang cantik dari masa lalunya. Siapa?

artikel di ambil dari

http://kemudian.com

“Saat dimana aku akan berpacaran… saat dia pergi meninggalkanku aku dapat merelakannya… saat dia menemukan yang lebih baik dariku aku dapat ikhlas… saat dia berlalu aku dapat melepaskannya.. saat dia menyakitiku aku dapat memaafkannya.. saat dia menduakanku aku dapat tersenyum… ” Aku harus bagaimana. Aku masih saja bingung dengan semuanya. Aku masih tidak berani untuk mengatakan iya ataupun tidak. Aku terkadang berpikir kurang dewasa apa aku? Atau harus diusia berapa lagi aku baru berani mengatakan iya untuk menyambut cintanya. Sementara usiaku sekarang ini sudah menjalani 24 tahun. Bukan usia yang muda lagi. Entahlah…aku lelah dengan kata-kata cinta itu. Lingkungan ku, sahabat-sahabatku semua sudah mempunyai setidaknya pacar. Sementara aku untuk mengambil keputusan berpacaran saja sampai diusiaku sekarang ini masih belum bisa dan tidak mempunyai keberanian. Aku tidak bisa menjamin kalau aku bakalan tidak sakit hati saat dia meninggalkanku, tidak ada sumpah serapah saat dia memilih berlalu dariku dan tidak ada tetesan airmata saat dia menyakitiku. Aku ingin disaat dia meninggalkanku aku dapat menerimanya dengan ikhlas, saat dia berlalu tidak ada rasa sakit hati dan saat dia menyakitiku aku mampu tuk tersenyum. Tapi sampai kapan aku bisa seperti itu?. Seperti malam tadi. Lagi-lagi aku harus bertengkar dengannya hanya karena dia membahas tentang cinta dan mengingikanku tuk jadi kekasihnya. Aku mengerti dia begitu tulus padaku tapi tetap saja aku tidak bisa menerima dia. Aku bingung sendiri. Terus terang aku belum pernah sekalipun berpacaran sampai saat ini. Aku begitu kaku apabila diajak ngomong tentang pacaran. Kalau dibilang trauma tidak. Keluargaku cukup bahagia. Aku mempunyai keluarga yang harmonis. Tidak ada alasan bagiku untuk mengatakan aku trauma atau sejenisnya. Apakah pemikiranku yang terlalu jauh dan kolot. Aku tidak punya pandangan positif terhadap pacaran. Aku selalu beranggapan kalau pacaran itu bakal mengekang kebebasanku, bakal membatasi pergaulanku, bakal menyita waktuku dan pacaran itu tidak menjamin kebahagian dalam membina rumahtangga nantinya. Jadi segi positif apa yang dapat ku ambil dari berpacaran. Itulah alasan mengapa aku begitu anti dengan yang namanya pacaran. Tapi lagi-lagi dia semakin gigih menyakinkanku kalau dia itu serius dan tidak cinta monyet. Aku masih saja tidak dapat menerimanya. Namanya Otto. Cowok yang kukenal sejak aku menimbah ilmu di kelas 1 SD. Teman sepermainanku. Hingga sekarang ini. Gila. Dulu dia pernah menjalin kasih dengan teman sekolahnya di bangku SLTP, tapi hanya sebentar dan lagi-lagi dia datang padaku. Memintamaaf dan memintaku jadi pacarnya. “Ayolah Ca…aku ga main-main” dia berusaha menyakinkanku “Roca” dia memanggil namaku sekali lagi “Sorry…Otto aku ga bisa. Aku ga mau menjalani sesuatu yang tidak aku tahu” aku memcoba menjelaskannya “Tapi bagaimana mungkin kamu bisa tahu kalau kamu tidak menjalaninya” dia berusaha menyakinkanku “Roca..!!!!! beri aku kesempatan” teriaknya “Roca!!!!!” Aku tidak tahu harus ngomong apalagi. Aku kehabisan kata-kata dan aku meninggalkannya sendiri. Aku tidak menghiraukan teriakannya memanggil namaku. Oh Tuhan berdosakah aku? Tolong beri petunjukmu agar aku tidak melukai hatinya…

http://kemudian.com/